08af4c3e-f625-4a85-98f4-05dae113c8ad.jpg

Olahraga dan budaya merangkum seluruh perjalanan Trezeguet di Afrika

SHARE
Olahraga dan budaya merangkum seluruh perjalanan Trezeguet di Afrika
Olahraga dan budaya merangkum seluruh perjalanan Trezeguet di Afrika
Olahraga dan budaya merangkum seluruh perjalanan Trezeguet di Afrika

Olahraga dan budaya adalah dua tema utama dalam agenda Juventus dan UNESCO pada tahap akhir kehadiran mereka di Afrika.

Delegasi yang dipimpin oleh Presiden Juventus Legends, David Trezeguet, dan Asisten Direktur Umum UNESCO untuk Hubungan Luar dan Informasi Publik, Eric Falt memulai tahapan akhir perjalanan mereka dengan mengunjungi akademi AS Real Bamako, sebuah klub sepakbola yang didirikan pada tahun 1960 dan saat ini berkompetisi di divisi utama Liga Sepakbola Mali.

Trezeguet sebelumnya sudah mendapat pandangan tentang sejarah tim sepakbola tersebut ketika ia bertemu dengan alumnusnya yang paling masyhur, mantan pesepakbola terbaik Afrika, Salif Keita, malam sebelumnya, dan kini waktunya sang Presiden melihat langsung akademi itu.

Ada sedikit perubahan sejak Keita menjejakkan kakinya di lapangan lokal itu di awal tahun 60-an dan karena ada 287 pemain yang terpaksa menggunakan fasilitas-fasilitas latihan sederhana, Presiden Diadie Toure mengaku dirinya beserta stafnya mengalami kesulitan dalam menjalankan klub sehari-hari.

Namun yang menggembirakan adalah adanya antusiasme tinggi terhadap sepakbola, sebagaimana disaksikan Trezeguet tatkala ia berkeliling komplek pelatihan, ditemani oleh orang-orang yang berjumlah sekitar 200 orang yang mengenakan seragam hitam-putih Juventus, memainkan musik dan menampilkan tarian-tarian tradisional.

Menyampaikan alasan di balik kunjungan tersebut, Falt mengatakan: “Para staf di sini bekerja dalam kondisi sulit namun jelas memiliki tujuan yang sama dengan kami. Mereka tahu bahwa sepakbola sangatlah penting dan ia adalah sebuah media dalam memberikan pendidikan bagi para pemuda di dalam klub.”

“Penting bagi kita untuk menunjukkan solidaritas bersama dengan klub-klub spakbola terbaik Mali dan mendorong mereka untuk bekerja dalam sebuah proyek yang memikul kemiripan-kemiripan dengan usaha bersama antara Juventus dan UNESCO.”

Dari sejarah sepakbola Mali sendiri menuju sejarah negara itu sendiri: Museum Nasional Mali, yang berlokasi di dalam komplek perkebunan Botani di Bamako, menjadi perhentian selanjutnya para delegasi dalam tur hari Minggu itu.

Awalnya museum itu dibuka sebagai Museum Sudan di tahun 1953 namun berubah dengan nama saat ini setelah kemerdekaan pada 1960. Tujuannya adalah untuk menghormati budaya Mali melalui pameran-pameran alat-alat musik, lukisan-lukisan, pakaian, dan alat-alat ritual yang telah dinisbahkan dengan beragam etnis negara itu sepanjang sejarah.

Budaya tetap menjadi tema besar kunjungan delegasi tersebut saat bertamu ke SAVAMA-DCI NGO, sebuah proyek yang dilaksanakan dengan tujuan untuk mempertahankan tradisi-tradisi keislaman dengan melestarikan manuskrip-manuskrip kuno.

Mayoritas manuskrip-manuskrip itu berasal dari Timbuktu, kota bersejarah di negara tersebut yang pertama kali diserang para pemberontak pada April 2012, menandai awalnya 10 bulan penaklukan.

Tercantum sebagai penghuni daftar situs peninggalan dunia UNESCO, artefak-artefak dan patung-patung di sana telah dihancurkan dan manuskrip-manuskrip berharga abad pertengahan dibakar atau dicuri dari penyimpanan arsip negara.

Namun yang tidak diperhatikan para pemberontak adalah bahwa upaya-upaya hebat telah dilakukan oleh para pustakawan untuk menyembunyikan teks-teks yang tercatat berasal dari abad ke-11 dari kemungkinan kerusakan akibat konflik.

Operasi tersebut akhirnya menyelamatkan 400.000 manuskrip, lebih dari 95 persen dari total simpanan di Timbuktu, dan Trezeguet dan Falt menyaksikan kerja keras dan dedikasi demi restorasi produk-produk budaya tak ternilai itu berkat serangkaian sumbangsing para sukarelawan.

Satu lagi kegiatan yang lebih penting bagi rombongan sebelum kembali ke Eropa: makan malam bersama Menteri Dalam Negeri Mali, Zahabi Ould Sidi Mohamed, yang menyampaikan harapannya agar apa yang dilakukan Juventus dan UNESCO dapat terus berlanjut untuk membantu mereka yang kesusahan.

Berbicara sebelum keberangkatannya, Trezeguet merefleksikan pengalaman pribadinya yang sangat positif di Afrika sebelum meminta dukungan publik untuk memastikan proyek-proyek sosial tersebut terus semakin kuat.

Ia mengatakan: Pengalaman yang unik dan saya benar-benar senang mendapat kesempatan untuk mempelajari sejarah Republik Afrika Tengah dan Mali. Dari pembicaraan dengan orang-orang di sini anda akan sadar bahwa masalah-masalah kita tidaklah seperti masalah-masalah mereka dan semua itu harus diperhatikan.”

“Melihat proyek-proyek itu dan kemajuan yang dicapai sejauh ini membuat saya yakin bahwa kemitraan kami dengan UNESCO bisa membuat perbedaan. Dengan ini saya mengundang para fans untuk membeli tiket untuk laga para Legenda Juventus melawan Boca Juniors pada 8 September mendatang dan membantu kami menambah dana untuk tujuan mulia tersebut.”

Item Terkait